Senin, 08 Juni 2015

Peubahan Adat dan Kebiasaan suku Kutai Dalam Acara Pernikahan


Pernikahan adalah upacara penyatuan dua orang insan dengan mengucapankan janji untuk sehidup semati di depan orang lain baik dua orang maupun lebih (banyak orang/umum) dengan tujuan meresmikan ikatan perkawinan baik secara hukum maupun agama.
Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi tergantung pada tradisi, budaya, serta agama maupun kelas sosialnya. Pernikahan dengan adat atau aturan tertentu biasanya berkaitan dengan aturan agama tertentu pula.
Dalam adat suku kutai, sebelum melakukan pernikahan biasanya mereka melakukan acara-acara atau upacara adat sebagai proses menuju sebuah pelaminan. Acara-acara itu melimuti : Upacara bedatang, Upacara besorong tanda, Acara beluluran, Acara becukur alis, Acara bepacaran, Acara Akad/nikah soro’, Acara resepsi serta Acara naik pengantin.
Namun pada zaman sekarang upacara/acara seperti itu kian berubah seiring dengan perkembangan zaman. Bahkan ada salah satu diantara upacara pernikahan tersebut yang tidak lagi dipakai dengan alasan sudah tidak zamannya lagi untuk dipakai. Jika hal ini terus-terusan dibiarkan maka lama-kelamaan kebudayaan suku kutai pada pernikahan itu akan menghilang.
Seharusnya masyarakat suku kutai di Desa Teratak menyadari akan pentingnya melestarikan sebuah kebudayaan dan adat istiadat yang kita miliki selagi itu tidak bertentangan dengan aturan serta hukum agama. Agar kebudayaan ini terus tumbuh serta dapat dinikmati oleh anak cucu suatu hari nanti.

Pada zaman modern ini, kebanyakan masyarakat enggan untuk menunjukkan kebudayaannya sebagai identitas suatu suku bangsa. Apa lagi dalam acara adat pernikahan. Hal demikian akan membuat pudarnya sebuah tradisi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita terdahulu. Jarang sekali di zaman sekarang ada pernikahan yang menggunakan adat istiadat yang kental dengan sukunya. Pernikahan itu malah dibuat berdasarkan mode orang-orang barat atau mode percampuran yang apa lah istilahnya. Padahal kita punya kebudayaan yang harus dipertahankan.
Disini kami akan membahas tentang adat istiadat pernikahan suku kutai di Desa Teratak yang mana di Desa ini penduduknya mayoritas suku kutai dengan presentase 95% kutai dan sisanya suku lain dan agama yang dianut adalah agama islam.
Pada adat istiadat pernikahan suku kutai di Desa Teratak kami menemukan adanya sedikit perubahan pada acara-acara pernikahannya dan akan kami membahas sesuai dengan ilmu pengetahuan yang kami miliki tentang suku kutai di Desa Tersebut.
Suku kutai biasanya melalukan upacara-upacara adat sebelum melaksanakan upacara pernikahan. Semua itu akan kami bahas berikut ini beserta perubahan-perubahan yang terjadi pada upacara adat istiadat suku kutai di Desa Teratak.
Hal-hal yang berkaitan dengan upacara adat-istiadat pernikahan suku kutai di Desa Teratak adalah sebagai berikut :

a)    Acara Bedatang
Pada acara ini pihak laki-laki melakukan kunjungan atau silaturahmi kepihak perempuan dengan membawa uang seserahan (Sumahan) sekaligus membicarakan waktu dan tempat yang tepat untuk melaksanakan pernikahan agar mendapat keberkahan. Kedua keluarga ini saling berunding dan bertukar pikiran untuk menemukan keputusan yang tepat bagi pernikahan putra dan putri mereka. Biasanya calon pengantin laki-laki tidak dilibatkan dalam acara ini. Acara seperti ini masih dilakukan oleh masyarakat suku kutai di Desa Teratak dan belum ada perubahannya. Masih sama seperti yang dulu.
b)   Acara Besorong Tanda
Pada acara ini keluarga pihak lelaki berkunjung lagi kepada keluarga pihak perempuan dengan membawa cincin yang ditujukan untuk calon pengantin perempuan dengan tujuan mengikatnya agar sang perempuan tidak lagi bisa dilamar oleh lelaki lain karna sudah diikat dengan cincin tersebut walaupun belum melaksanakan akad. Mungkin bahasa gaulnya sekarang adalah tunangan, namun tidak bertukar cincin, Hanya menyerahkan bukti pengikat saja berupa cincin. Acara besorong tanda ini juga masih dilaksakan masrarakat di Desa Teratak dan belum ada perubahan-perubahan yang dilakukan.
c)    Acara Beluluran,Betimung,Bepacaran
Acara yang ini biasanya dilakukan oleh pengantin perempuan kecuali berpacaran. Berpacaran juga dilakukan oleh pengantin laki-laki. Beluluran kalau zaman dulu yang dipakai adalah bedak dingin (Pupur basah) yang dicampur dengan temu giring (tumbuhan sejenis kunyit yang berwarna kuning) dengan tujuan agar kulit pengantin perempuan akan bercahaya kuning sekuning langsat. Namun hal ini telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman karena lulur yang digunakan kebanyakan lulur yang banyak dijual di toko-toko atau supermarket mengingat bahwa bahan untuk membuatnya juga lumayan sulit didapat seperti temu giring. Namun hasil yang didapat juga tidak sebagus yang dulu. Lulur zaman modern yang dipakai tidaklah menimbulkan bekas apa-apa pada kulit. Dia hanya bersifat membersihkan kulit dari daki-daki yang melekat. Walaupun memang ada lulur yang berbahan temu giring, namun kuningnya tidak akan tahan lama dan warna kuningnya pun agak pucat.
Acara betimung ini merupakan acara pembungkusan diri yang dilakukan dengan cara duduk diatas tungku yang dibawahnya berisi rebusan rerempahan berupa laos, serai wangi dan sebagainya dengan menggunakan sarung lalu tubuh kita akan ditutup dengan kain lagi atau apa saja yang bisa dijadikan penutup hingga kepala agar uap yang dikeluarkan dari bawah tidak akan lari kemana-mana. Zaman sekarang masyarakat di Desa Teratak masih menggunakan rerempahan yang sama untuk melakukan acara betimungan. Namun yang sedikit berbeda adalah betimung ini dilakukan di salon-salon tidak lagi dilakukan di rumah sebagai mana masyarakat zaman dulu.
Acara bepacaran merupakan  ritual yang dilakukan dimalam hari. Biasanya pacar yang digunakan berupa daun pacar itu sendiri yang ditumbuh hingga halus dengan dicampur bebagai bahan dasar seperti : nasi, serbuk teh, kembang cabe,dan daun keladi. Cara pengolahannya pun sangat tradisional yaitu dengan cara menumbuk atau mengueknya di tempat ulekan layaknya mengulek sambal. Acara bepacaran ini mengalami sedikit perubahan. Perubahan itu terletak pada pacar yang digunakan. Masyarakat kini tidak lagi menggunakan daun pacar tumbuh sebagai pemerah kuku, namun mereka menggunakan pacar-pacar india yang banyak dijual di pasaran seperti Rani kone, Henna dan sebagainya.

d)   Acara becukur alis
Didalam agama islam mencukur alis adalah haram bagi seorang wanita karena berusaha mengubah ciptakan Allah swt. Allah akan melaknat wanita yang mencukur alisnya maupun wanita yang mencukurkannya. Namun menurut keyakinan masyarakat suku kutai di Desa Teratak bahwa setiap wanita yang akan menikah harus dicukur alisnya agar wajahnya berubah atau menimbulkan cahaya yang cantik sehingga orang akan melihat perubahan itu pada wajahnya.  Boleh diakui bahwa kebanyakan masyarakat kutai di Desa Teratak tidak mengetahui akan hal-hal yang dibenci Allah mengenai pencukuran alis tersebut karena mereka hanya menjalankan tradisi yang diturunkan nenek moyang terdahulu. Namun pada masyarakat di zaman sekarang ini acara bercukur alis sudah ada yang menerapkan bahwa menikah tidak harus mencukurnya walaupun hanya satu atau dua orang saja. Pada kenyataanya acara cukur alis sudah melekat pada tradisi perniakahan suku kutai di Desa Teratak dan sangat sulit untuk bisa menanamkan pemahaman lain kepada masyarakat bahwa hal tersebut bertentangan dengan ajaran agama.
e)    Acara Akad Nikah (Nikah Soro’)
Akad nikah disebut juga nikah soro’. Nikah soro’ dilaksanakan tidak harus di hari yang sama dengan acara pernikahannya atau resepsi. Nikah soro’ pada zaman dahulu biasanya dilakukan dimalam hari. Misalnya resepsi pernikahan akan dilaksanakan pada hari minggu maka nikah soro’ dilakasanakan pada malam minggunya. Namun ada terkadang nikah soro’ juga dilaksanakan pada hari minggu pagi sebelum resepsinya di mulai. Pada zaman sekarang suku kutai di Desa Teratak melaksanakan nikah soro’ kadang tidak harus dihari yang sama dengan hari resepri pernikahannya. Mereka melaksanakan nikah soro’ kadang seminggu sebelum hari resepsi.

f)     Acara Betatai/Naik Pengantin
Pada acara ini kedua pengantin sudah resmi menjadi suami istri dimana mereka akan disandingkan untuk berdiri berdua diluar rumah dengan disaksikan banyak orang lalu disambut dengan Salawat Nabi yang dibacakan oleh pemuka agama. Untuk menambah suasana meriah pihak keluarga biasanya menyiapkan beras kuning yang diisi dengan daun padan beserta uang logam dan permen untuk dihambur didepan pengantin. Zaman sekarang acara ini sudah berubah. Acara naik pengantin tidak lagi dilakukan dengan menyandingkan pengantin sambil berdiri diluar rumah serta tidak ada lagi keluarga yang menghamburkan beras kuning dihadapan pengantin, Masyarakat di Desa Teratak sekarang mengubahnya dengan menyandingkan penganting dipelaminan yang ada di luar rumah. Sekaligus bisa disaksikan banyak orang sambil menyantap makanan yang disediakan, Tidak perlu lagi bergiliran masuk kerumah pengantin. Namun tempat makan juga disediakan diluar rumah agar semua orang bisa meliha kedua mempelai sekaligus mengucapkan selamat.
Dari beberapa acara-acara yang kami jelaskan ada yang sudah berubah namun ada juga acara yang masih mempertahankan adat kebiasaannya tanpa mengubahnya sedikitpun.

   Kesimpuulan
Pernikahan adalah suatu acara pengikatan cinta dan janji dua orang insan yang berkaitan dengan adat istiadat, agama dan prilaku manusia sebagai makhluk yang berbudaya (Human Culture).
Dari beberapa penjelasan yang telah dibahas diatas dapat diketahui bahwa pernikahan tidaklah lepas dari adat istiadat dan prilaku suatu suku yang sudah ada dari zaman nenek moyang terdahulu. Begitu pula dengan adat dan kebiasaan suku kutai di Desa teratak pada acara atau upacara pernikahannya yang telah diwariskan oleh orang-orang terdahulu.
Banyak perubahan adat dan prilaku suku kutai di Desa Teratak pada saat melaksanakan upacara sekitar pernikahan yang mereka rubah namun tidak menghilangkan kebiasaan aslinya. Walaupun zaman telah modern, namun hingga saat ini masih ada suku kutai di desa tersebut yang menggunakan cara-cara tradisional dalam mempersiapkan atau melaksanakan pernikahan. Mereka tetap ingin mempertahankan kebudayaaan dan kebiasaan orang-orang terdahulu meski mereka sendiri merubah sedikit kebiasaan tersebut.

Namun pada dasarnya kebudayaan adalah warisan dari nenek moyang harus tetap dijaga agar tidak melebur seiring dengan perkembangan zaman. Terkadang memang ada kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran agama yang kita anut seperti dalam ajaran agama islam.

1 komentar: